Tak akan sembuh!!
Itulah inti dari semua apa yang dikatakan oleh dokter ini. Kanker darah yang
diderita telah menggerogoti tubuh mungil Keyla. Tapi mau diapakan lagi, inilah
yang terjadi padanya. Mungkin Tuhan terlalu sayang pada Keyla. Dia ingin
memanggilnya lebih cepat. Kita lihat apa yang terjadi dalam 5 minggu kedepan.
Keyla tahu apa yang dimaksud dokter. Kesempatan hidupnya haya 5 minggu lagi,
dan setelah itu.....MATI. Ditengah kegundahan itu, terselip keputusasaan yang
luar biasa. Keyla bingung apa yang akan dilakukan setelah ini. Dalam hatinya
selalu ada pertanyaan-pertanyaan aneh, “Aku tahu kapan aku mati....
Bersenang-senang? Tidak mungkin. Mempercepat kematianku? Aku tak sebodoh itu.
Lalu apa? Apa yang dibutuhkan oleh orang yang putus asa sepertiku? Entahlah.
Apa yang kurang dari hidupku? Ibadahku tak pernah putus, Bahkan jika boleh
jujur, aku layak disejajarkan oleh mereka yang sering memberi ceramah di TV,
dan diluar pun juga cukup baik. Tanyalah satu persatu jika tak percaya”. Dan
sekarang Keyla seolah-olah menyalahkan
keadaan yang diterimanya. Mungkinkan suratan takdir salah atau
mungkinkah seharusnya bukan dia yang mati? Wallahu a’lam.
Orang-orang
beranggapan bahwa Keyla yang sekarang bukanlah yang dulu lagi. Keyla yang murah
senyum, baik hati, rela menolong orang lain dan kini berbanding terbalik 180˚.
Dia tidak sadar jika sikapnya itu malah memperburuk keadaan. Orangtuanya tak
menyangka melihat anak semata wayangya seperti itu. Kesedihan diraut wajah
mereka benar-benar tak bisa terlampiaskan. Namun, mereka pula tak pernah
menegurnya, tak mau Keyla semakin sakit. Biarlah keadaan yang merubahnya
kembali lagi seperti sebelumnya.
Pagi itu, Keyla
duduk dikursi taman dan menunggu semuanya terjadi. Anak-anak kecil berlari
didepannya. Entah apa yang mereka mainkan. Tendang sana-sini hingga akhirnya
bola itu mengenai kepala Keyla. “Kalian bodoh” dia berteriak kepada mereka
dengan muka merah padam. Mereka bagai membuka kandang singa yang sedang marah.
Dan kini ekspresi takut terlihat dari raut wajah mereka. Diambil jaket ungunya
dan duduk ditempat lain. Keyla melihat semua yang terjadi, dalam benaknya sama
saja, semuanya akan hancur. Diseberang jalan, seorang korban kecelakaan tengah
dibawa kedalam rumah sakit.“Huh, percuma saja. Dengan luka yang membabibuta
disekujur tubuhnya, kurasa dia lebih cepat dariku”. Keyla selalu berfikir
mungkin hidup ini sudah tak ada artinya lagi. Terlalu cepat dia datang, terlalu
cepat pula dia kembali kepada Sang Pencipta. Dan suratan takdir kejam yang
ternyata telah ditentukan sejak lahir. Ditengah penyesalan yang tiada akhir,
datang seseorang menghampiri Keyla. Dia bertanya sesuatu tetapi diacuhkannya.
Karena Keyla sudah tak peduli lagi, sia-sia pula jika Keyla membantu orang itu.
Lalu, datang lagi satu orang yang dianggapnya sebagai “pengganggu” akhir
hidupnya. Seorang pengemis tua renta yang meminta belas kasaihan. Dia belum
makan 5 hari, sontak saja Keyla menjawab “Itu bagus. Setidaknya kau akan lebih
cepat mati daripada aku. Mari kita mati bersama”. Kata-kata tajam serta sinis
membuatnya nampak kaget dan seketika langsung pergi.
Hingga
akhirnya, Keyla takkan merasa kesepian disana. Incaran pertama tentu saja
korban kecelakaan tadi. Keyla bertanya pada suster itu.”Sus, dimana korban
kecelakaan yang dirawat tadi?”. Suster pun menjelaskan lokasinya. Ketika keyla
datang kesana, nampak bayang-bayang cemas dari raut wajah orang-orang yang
menunggu diluar. Lalu keyla berteriak didepan mereka “Tinggal menunggu waktu
sebelum dia pulang”.”Maksud anda, dia akan sembuh?”, Tanya seorang wanita yang
mungkin adalah kekasihnya. “Dia pulang kesisiNya. Tuhan yang sangat penyayang,
saking sayangnya, dan menyuruh untuk segera pulang menghadap kepadaNya”. Wanita
itu dengan kesalnya menjawab,”Saya tidak tahu mbak ini siapa, tapi saya yakin
mbak ini tidak tahu yang mbak ucapkan. Saya benar-benar yakin dan percaya,
bahwa dia memiliki semangat hidup”. “Terserah, tapi lebih baik jika kau
mempersiapkannya”, balasnya. Kemudian dia berbalik dan berjalan menuju
kamarnya. Saat itulah dia bertemu dengan dokter yang menangani penyakitnya itu.
“Bisa ikut saya sebentar dek? Ada yang saya ingin tunjukkan kepada anda”. Keyla
menebak-nebak bahwa dokter itu akan menunjukkan diagnosa akhir yang dimilikinya.
Atau justru kabar baik, bahwa Keyla akan pulang lebih cepat. Ooh... ternyata
tidak, dokter itu hanya mengajaknya mengunjungi seorang anak kecil disebuah
kamar.
“Hai, pak
dokter!!”teriaknya sambil tersenyum. Lalu dia terlibat dalam pembicaraan
singkat dengan si dokter. Yah, hanya sekedar basa-basi. Lalu, tak lama pak
dokter mengajak Keyla keluar. Lalu ia bertanya, “Kau tahu ada persamaan anda
dan dia?”, keyla menggeleng, dia bahkan tak mengerti.”Kalian sama-sama akan
pulang sebentar lagi”. Seketika Keyla tersentak kaget. Dari pembawaan anak
tadi, aku menduga bahwa iahanya menderita penyakit murahan.”Dan apakah anda
tahu perbedaan kalian?”. Sekali lagi keyla menggeleng. Dokter itupun
menjawab,”Dia lebih memiliki semangat hidup, sejujurnya saja saya mengatakan
ini bahwa penyakit anak itu lebih parah, tapi umur anak itu akan lebih
panjang”. Keyla tak mengerti, baru kali ini dia merasa terbodohi. “Saya melihat
perilakumu tadi didepan kamar korban kecelakaan itu”. “Dan kata-katamu
menunjukkan bahwa kau tak punya lagi semangat hidup. Begitu saya bilang kau
akan mati, bukan berarti anda akan mati. Tapi semuanya bergantung anda”. Keyla
tak mengerti yang dokter maksud.”Jika anda mengerti maksud saya, maka anda akan
hidup lebih lama.” Lalu sang dokter tersenyum dan berbalik arah
meninggalkannya. Seketika pertanyaan dokter itu membuatnya bingung. Dengan
perasaan dan pikiran tak karuan ini, dia berjalan lagi menuju taman tadi.
Disana Keyla merenungi apa yang dikatakan dokter tadi. Sepertinya Keyla
mengetahu apa yang dimaksudnya,tapi hatinya yang tak mau mengerti. Hati Keyla
seolah telah rabun akan apa yang ada dan sudah ada dihadapannya.
Beberapa saat
datanglah segerombolan anak dengan langkah kecil dan takut menuju kearah Keyla.
Salah seorang diantara mereka berbisik mendekatinya dan berkata, “nggg....mbak,eh,tante...kami
mauu...”. Kepala Keyla mendekat kemereka, sungguh dia ingin mendengar apa yang
mereka katakan.”Kami minta maaf, waktu tadi bolanya mengenai tante”. Keyla
tersentak dan beberapa saat dia diam sejenak. Mencoba memikirkan semua yang terjadi
hari ini. Mencoba mengartikan perkataan dokter tadi. Wajah anak itu pucat pasi,
mungkin dia berfikir bahwa wajah seriusnya itu adalah wajah marah. Sebenarnya
memang ada rasa marah dalam hatinya... rasa marah terhadap dirinya sendiri.
“Oh, ya udah dek nggapapa kok.” Kemudian anak-anak itu berbalik arah dan berlari.
Tapi tiba-tiba saja Keyla memanggil mereka kembali dan berkata,”Jangan panggil
saya tante, saya masih muda”. Katanya sambil tersenyum. Adik-adik itu pun juga
balik tersenyum. Entah kenapa, senyuman mereka benar-benar indah. Senyuman itu
seolah mengelap semua debu yang menutupi mata hati Keyla.
Keyla menengadahkan
kepalanya dilangit. Dia merasakan butir hujan membasahi mukanya. Butir hujan
itu adalah pembersih semua kotoran yang bersarang dibadan Keyla. Dia merasakan
benar-benar bahagia. Sebahagia saat pertama bisa membaca yang tak tertuliskan.
Keyla bisa membaca semua perkataan dokter tadi. Rupanya hidup itu tergantung
hati. Dia ingat perkataan dokter tadi bahwa anak itu akan lebih panjang. Biar
secara fisik dia telah hampir mati, namun hatinya masih hidup, pada dirinya
sendiri dan bahkan pada orang lain. Sehingga hatinya itulah yang membuat dia
tangguh dan mampu bertahan. Sementara jika dibandingkan dengan Keyla, dia
mengerti mengapa umurnya lebih pendek. Ternyata hatinya yang hampir mati,
hampir tak lagi merasakan semuanya. Segalnya telah dianggapnya sebagai sampah,
dan tak berguna lagi. Itulah yang membuat Keyla semakin sakit.
Dalam
keheningan malam, Keyla mengambil air wudhu dengan pelan dan khusyuk.
Dibentangkannya sajadah kecil dan kemudian mencoba bercumbu dengan Sang
Pencipta. Dia memanjatkan do’a kepadaNya.”Ya
Allah, masih ada ampunankah hambaMu yang hina ini? .. Wahai Nur penerang
hempasan kegelapan, ampunilah aku yang hanya punya do’a, kasihanilah aku yang
hanya berharap padaMu, biarkan kugelorakan cintaku pada-Mu. Sunggguh, jiwaku
adalah tebusannya. Beri aku kekuatan untuk merangkak mendekatiMu dan bebaskan
aku dari kebekuan yang mencekamku. Dan kini hatiku mulai sembuh, dan kuharap ragaku
juga begitu. Tidak.... semua terserah padaMu ya Allah. Tak kusangka ujian ini
datang disaat Kau akan memanggilku”. Tiba-tiba tubuh Keyla lemas tak berdaya
menghadapi kenyataan yang dia alami, hingga tergeletak begitu saja diatas
sajadah tak bersalah itu. Air mata Keyla terus mengalir karena sebuah pengakuan
dosa.
Sadar bahwa
kematian bukanlah akhir dari segalanya. Dia tak mau ketika mati nanti membawa
keresahan buat orang-orang disekitarnya maupun dirinya sendiri. Keyla ingin
membuat mereka tersenyum walaupun suatu saat nanti dia telah tiada. Dan saat
itu lah dia kembali lagi menjadi anak yang sholehah, dan hatinya seindah
mutiara. Ketulusan hatinya itu menjadi anak yang dikagumi, walaupunhanya sesaat
saja.
Hari itu, lima
minggu lebih setelah diagnosa dokter mengenai penyakit yang dideritanya.
Seharusnya kematiannya sudah hampir tiba. Namun Alhamdulillah Tuhan masih
memberikan kesempatan untuknya menghirup
semerbak wangi dunia lebih lama, yaa walupun keadaanya semakin kritis. Ketika
detik-detik kematiannya, diiringi isak tangis kedua orangtua dan keluarga
besarnya. Suatu ketegaran hati diraut wajahnya yang pucat pasi, dia mencoba
meyakinkan, susah payah dia mengangkat tangan kanannya dan kemudian
direntangkannya kedada ibundanya. Mereka tahu apa yang dimaksud Keyla, walaupun
dia telah tiada, tapi hatinya masih tetap bersama mereka. Beberapa saat
kemudian lantunan syahadat diucapkan, hingga tiba waktunya........... Keyla
pulang kembali kepada Sang Pencipta.
Tujuh hari telah berlalu, ternyata baru
saja diketahui kalau Keyla sempat menulis sepucuk puisi yang begitu menggetarkan
hati. Diselipkannya puisi itu diantara tumpukan buku ketika ibundanya sedang
membereskan kamar tidur Keyla. Sontak bundanya menagis tersedu membaca puisi
ini.
...................
Ada yang lepas dari dasar jiwa,
Dalam
aku pemujaNya
Bergulir
sayup-sayup desau risau angin membelai wajahku yang pucat pasi
Kembali
kututurkan satu-satu bahasa dalam kalbuku
Mencuri
jauhnya jiwa yang pernah termiliki dan yang kini terlepaskan
Tak
tergeming meski hujahan rindu puisi malamaku hantarkan
Ketika
tiada dapat kusampaikan
Mengenai
amarah alam
Yang
tak juga hentikan setiap luapan
Karena
Dia telah memanggilku untuk pulang
Walau
kutahu getar dawai ini
Namun
kasih sayang ini akan tetap ada
Dari
mereka untuk saya
Dan
saya hanya untuk mereka
Mereka....
Ayah
bundaku tercinta
Tak
perlu kukatakan
Betapa
bersyukurnya aku untuk memilikinya
Walau
sekedar memberi seucap fatwa
Menyuguhkan
ketulusan dan pengorbanan
Memberi
segala bekal hidup
Merangkulnya
kala dalam duka
Berbagi
ceria dalam tawa
Untuk
mereka... Ayah Bundaku tercinta
....................
Dan dalam
perjalanan hidupnya selama 19 tahun itu, ternyata ada perbuatan mulia yang tak
akan pernah bisa dihilangkan. Yaitu selalu berbakti kepada orang tuanya. Keyla
sangat menyayangi mereka, dan menjalankan apa yang mereka inginkan. Dia tak
ingin membuat kesedihan diraut wajah mereka, terutama ibunya. Keyla selalu
tegar, dan walaupun keputusasaan yang sejenak itu hampir melumpuhkan kekuatannya
sebagai hamba Allah.
0 komentar:
Posting Komentar