Rabu, 11 Desember 2013

Diujung Kematian


Tak akan sembuh!! Itulah inti dari semua apa yang dikatakan oleh dokter ini. Kanker darah yang diderita telah menggerogoti tubuh mungil Keyla. Tapi mau diapakan lagi, inilah yang terjadi padanya. Mungkin Tuhan terlalu sayang pada Keyla. Dia ingin memanggilnya lebih cepat. Kita lihat apa yang terjadi dalam 5 minggu kedepan. Keyla tahu apa yang dimaksud dokter. Kesempatan hidupnya haya 5 minggu lagi, dan setelah itu.....MATI. Ditengah kegundahan itu, terselip keputusasaan yang luar biasa. Keyla bingung apa yang akan dilakukan setelah ini. Dalam hatinya selalu ada pertanyaan-pertanyaan aneh, “Aku tahu kapan aku mati.... Bersenang-senang? Tidak mungkin. Mempercepat kematianku? Aku tak sebodoh itu. Lalu apa? Apa yang dibutuhkan oleh orang yang putus asa sepertiku? Entahlah. Apa yang kurang dari hidupku? Ibadahku tak pernah putus, Bahkan jika boleh jujur, aku layak disejajarkan oleh mereka yang sering memberi ceramah di TV, dan diluar pun juga cukup baik. Tanyalah satu persatu jika tak percaya”. Dan sekarang Keyla seolah-olah menyalahkan  keadaan yang diterimanya. Mungkinkan suratan takdir salah atau mungkinkah seharusnya bukan dia yang mati? Wallahu a’lam.

Orang-orang beranggapan bahwa Keyla yang sekarang bukanlah yang dulu lagi. Keyla yang murah senyum, baik hati, rela menolong orang lain dan kini berbanding terbalik 180˚. Dia tidak sadar jika sikapnya itu malah memperburuk keadaan. Orangtuanya tak menyangka melihat anak semata wayangya seperti itu. Kesedihan diraut wajah mereka benar-benar tak bisa terlampiaskan. Namun, mereka pula tak pernah menegurnya, tak mau Keyla semakin sakit. Biarlah keadaan yang merubahnya kembali lagi seperti sebelumnya.
Pagi itu, Keyla duduk dikursi taman dan menunggu semuanya terjadi. Anak-anak kecil berlari didepannya. Entah apa yang mereka mainkan. Tendang sana-sini hingga akhirnya bola itu mengenai kepala Keyla. “Kalian bodoh” dia berteriak kepada mereka dengan muka merah padam. Mereka bagai membuka kandang singa yang sedang marah. Dan kini ekspresi takut terlihat dari raut wajah mereka. Diambil jaket ungunya dan duduk ditempat lain. Keyla melihat semua yang terjadi, dalam benaknya sama saja, semuanya akan hancur. Diseberang jalan, seorang korban kecelakaan tengah dibawa kedalam rumah sakit.“Huh, percuma saja. Dengan luka yang membabibuta disekujur tubuhnya, kurasa dia lebih cepat dariku”. Keyla selalu berfikir mungkin hidup ini sudah tak ada artinya lagi. Terlalu cepat dia datang, terlalu cepat pula dia kembali kepada Sang Pencipta. Dan suratan takdir kejam yang ternyata telah ditentukan sejak lahir. Ditengah penyesalan yang tiada akhir, datang seseorang menghampiri Keyla. Dia bertanya sesuatu tetapi diacuhkannya. Karena Keyla sudah tak peduli lagi, sia-sia pula jika Keyla membantu orang itu. Lalu, datang lagi satu orang yang dianggapnya sebagai “pengganggu” akhir hidupnya. Seorang pengemis tua renta yang meminta belas kasaihan. Dia belum makan 5 hari, sontak saja Keyla menjawab “Itu bagus. Setidaknya kau akan lebih cepat mati daripada aku. Mari kita mati bersama”. Kata-kata tajam serta sinis membuatnya nampak kaget dan seketika langsung pergi.
Hingga akhirnya, Keyla takkan merasa kesepian disana. Incaran pertama tentu saja korban kecelakaan tadi. Keyla bertanya pada suster itu.”Sus, dimana korban kecelakaan yang dirawat tadi?”. Suster pun menjelaskan lokasinya. Ketika keyla datang kesana, nampak bayang-bayang cemas dari raut wajah orang-orang yang menunggu diluar. Lalu keyla berteriak didepan mereka “Tinggal menunggu waktu sebelum dia pulang”.”Maksud anda, dia akan sembuh?”, Tanya seorang wanita yang mungkin adalah kekasihnya. “Dia pulang kesisiNya. Tuhan yang sangat penyayang, saking sayangnya, dan menyuruh untuk segera pulang menghadap kepadaNya”. Wanita itu dengan kesalnya menjawab,”Saya tidak tahu mbak ini siapa, tapi saya yakin mbak ini tidak tahu yang mbak ucapkan. Saya benar-benar yakin dan percaya, bahwa dia memiliki semangat hidup”. “Terserah, tapi lebih baik jika kau mempersiapkannya”, balasnya. Kemudian dia berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Saat itulah dia bertemu dengan dokter yang menangani penyakitnya itu. “Bisa ikut saya sebentar dek? Ada yang saya ingin tunjukkan kepada anda”. Keyla menebak-nebak bahwa dokter itu akan menunjukkan diagnosa akhir yang dimilikinya. Atau justru kabar baik, bahwa Keyla akan pulang lebih cepat. Ooh... ternyata tidak, dokter itu hanya mengajaknya mengunjungi seorang anak kecil disebuah kamar.
“Hai, pak dokter!!”teriaknya sambil tersenyum. Lalu dia terlibat dalam pembicaraan singkat dengan si dokter. Yah, hanya sekedar basa-basi. Lalu, tak lama pak dokter mengajak Keyla keluar. Lalu ia bertanya, “Kau tahu ada persamaan anda dan dia?”, keyla menggeleng, dia bahkan tak mengerti.”Kalian sama-sama akan pulang sebentar lagi”. Seketika Keyla tersentak kaget. Dari pembawaan anak tadi, aku menduga bahwa iahanya menderita penyakit murahan.”Dan apakah anda tahu perbedaan kalian?”. Sekali lagi keyla menggeleng. Dokter itupun menjawab,”Dia lebih memiliki semangat hidup, sejujurnya saja saya mengatakan ini bahwa penyakit anak itu lebih parah, tapi umur anak itu akan lebih panjang”. Keyla tak mengerti, baru kali ini dia merasa terbodohi. “Saya melihat perilakumu tadi didepan kamar korban kecelakaan itu”. “Dan kata-katamu menunjukkan bahwa kau tak punya lagi semangat hidup. Begitu saya bilang kau akan mati, bukan berarti anda akan mati. Tapi semuanya bergantung anda”. Keyla tak mengerti yang dokter maksud.”Jika anda mengerti maksud saya, maka anda akan hidup lebih lama.” Lalu sang dokter tersenyum dan berbalik arah meninggalkannya. Seketika pertanyaan dokter itu membuatnya bingung. Dengan perasaan dan pikiran tak karuan ini, dia berjalan lagi menuju taman tadi. Disana Keyla merenungi apa yang dikatakan dokter tadi. Sepertinya Keyla mengetahu apa yang dimaksudnya,tapi hatinya yang tak mau mengerti. Hati Keyla seolah telah rabun akan apa yang ada dan sudah ada dihadapannya.
Beberapa saat datanglah segerombolan anak dengan langkah kecil dan takut menuju kearah Keyla. Salah seorang diantara mereka berbisik mendekatinya dan berkata, “nggg....mbak,eh,tante...kami mauu...”. Kepala Keyla mendekat kemereka, sungguh dia ingin mendengar apa yang mereka katakan.”Kami minta maaf, waktu tadi bolanya mengenai tante”. Keyla tersentak dan beberapa saat dia diam sejenak. Mencoba memikirkan semua yang terjadi hari ini. Mencoba mengartikan perkataan dokter tadi. Wajah anak itu pucat pasi, mungkin dia berfikir bahwa wajah seriusnya itu adalah wajah marah. Sebenarnya memang ada rasa marah dalam hatinya... rasa marah terhadap dirinya sendiri. “Oh, ya udah dek nggapapa kok.” Kemudian anak-anak itu berbalik arah dan berlari. Tapi tiba-tiba saja Keyla memanggil mereka kembali dan berkata,”Jangan panggil saya tante, saya masih muda”. Katanya sambil tersenyum. Adik-adik itu pun juga balik tersenyum. Entah kenapa, senyuman mereka benar-benar indah. Senyuman itu seolah mengelap semua debu yang menutupi mata hati Keyla.
Keyla menengadahkan kepalanya dilangit. Dia merasakan butir hujan membasahi mukanya. Butir hujan itu adalah pembersih semua kotoran yang bersarang dibadan Keyla. Dia merasakan benar-benar bahagia. Sebahagia saat pertama bisa membaca yang tak tertuliskan. Keyla bisa membaca semua perkataan dokter tadi. Rupanya hidup itu tergantung hati. Dia ingat perkataan dokter tadi bahwa anak itu akan lebih panjang. Biar secara fisik dia telah hampir mati, namun hatinya masih hidup, pada dirinya sendiri dan bahkan pada orang lain. Sehingga hatinya itulah yang membuat dia tangguh dan mampu bertahan. Sementara jika dibandingkan dengan Keyla, dia mengerti mengapa umurnya lebih pendek. Ternyata hatinya yang hampir mati, hampir tak lagi merasakan semuanya. Segalnya telah dianggapnya sebagai sampah, dan tak berguna lagi. Itulah yang membuat Keyla semakin sakit.
Dalam keheningan malam, Keyla mengambil air wudhu dengan pelan dan khusyuk. Dibentangkannya sajadah kecil dan kemudian mencoba bercumbu dengan Sang Pencipta.  Dia memanjatkan do’a kepadaNya.”Ya Allah, masih ada ampunankah hambaMu yang hina ini? .. Wahai Nur penerang hempasan kegelapan, ampunilah aku yang hanya punya do’a, kasihanilah aku yang hanya berharap padaMu, biarkan kugelorakan cintaku pada-Mu. Sunggguh, jiwaku adalah tebusannya. Beri aku kekuatan untuk merangkak mendekatiMu dan bebaskan aku dari kebekuan yang mencekamku. Dan kini hatiku mulai sembuh, dan kuharap ragaku juga begitu. Tidak.... semua terserah padaMu ya Allah. Tak kusangka ujian ini datang disaat Kau akan memanggilku”. Tiba-tiba tubuh Keyla lemas tak berdaya menghadapi kenyataan yang dia alami, hingga tergeletak begitu saja diatas sajadah tak bersalah itu. Air mata Keyla terus mengalir karena sebuah pengakuan dosa.
Sadar bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Dia tak mau ketika mati nanti membawa keresahan buat orang-orang disekitarnya maupun dirinya sendiri. Keyla ingin membuat mereka tersenyum walaupun suatu saat nanti dia telah tiada. Dan saat itu lah dia kembali lagi menjadi anak yang sholehah, dan hatinya seindah mutiara. Ketulusan hatinya itu menjadi anak yang dikagumi, walaupunhanya sesaat saja.
Hari itu, lima minggu lebih setelah diagnosa dokter mengenai penyakit yang dideritanya. Seharusnya kematiannya sudah hampir tiba. Namun Alhamdulillah Tuhan masih memberikan kesempatan untuknya  menghirup semerbak wangi dunia lebih lama, yaa walupun keadaanya semakin kritis. Ketika detik-detik kematiannya, diiringi isak tangis kedua orangtua dan keluarga besarnya. Suatu ketegaran hati diraut wajahnya yang pucat pasi, dia mencoba meyakinkan, susah payah dia mengangkat tangan kanannya dan kemudian direntangkannya kedada ibundanya. Mereka tahu apa yang dimaksud Keyla, walaupun dia telah tiada, tapi hatinya masih tetap bersama mereka. Beberapa saat kemudian lantunan syahadat diucapkan, hingga tiba waktunya........... Keyla pulang kembali kepada Sang Pencipta.
Tujuh hari telah berlalu, ternyata baru saja diketahui kalau Keyla sempat menulis sepucuk puisi yang begitu menggetarkan hati. Diselipkannya puisi itu diantara tumpukan buku ketika ibundanya sedang membereskan kamar tidur Keyla. Sontak bundanya menagis tersedu membaca puisi ini.
...................
Ada yang lepas dari dasar jiwa,             
Dalam aku pemujaNya
Bergulir sayup-sayup desau risau angin membelai wajahku yang pucat pasi
Kembali kututurkan satu-satu bahasa dalam kalbuku
Mencuri jauhnya jiwa yang pernah termiliki dan yang kini terlepaskan
Tak tergeming meski hujahan rindu puisi malamaku hantarkan

Ketika tiada dapat kusampaikan
Mengenai amarah alam
Yang tak juga hentikan setiap luapan
Karena Dia telah memanggilku untuk pulang
Walau kutahu getar dawai ini
Namun kasih sayang ini akan tetap ada
Dari mereka untuk saya
Dan saya hanya untuk mereka
Mereka....
Ayah bundaku tercinta

Tak perlu kukatakan
Betapa bersyukurnya aku untuk memilikinya
Walau sekedar memberi seucap fatwa
Menyuguhkan ketulusan dan pengorbanan
Memberi segala bekal hidup
Merangkulnya kala dalam duka
Berbagi ceria dalam tawa
Untuk mereka... Ayah Bundaku tercinta
....................
Dan dalam perjalanan hidupnya selama 19 tahun itu, ternyata ada perbuatan mulia yang tak akan pernah bisa dihilangkan. Yaitu selalu berbakti kepada orang tuanya. Keyla sangat menyayangi mereka, dan menjalankan apa yang mereka inginkan. Dia tak ingin membuat kesedihan diraut wajah mereka, terutama ibunya. Keyla selalu tegar, dan walaupun keputusasaan yang sejenak itu hampir melumpuhkan kekuatannya sebagai hamba Allah.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes Powered by Blogger | DSW printable coupons